La Nyalla Mattalitti, pengusaha asal Surabaya ini ngotot menjadi menjadi Presiden Indonesia. Keinginannya kali ini tak tanggung-tanggung, di berbagai daerah dia membayar orang melakukan deklarasi dukungan kepadanya untuk maju menjadi Calon Presiden 2024.
Deklarasi tersebut marak di Jawa Timur, daerah yang menjadi basis bagi La Nyalla untuk mengantongi kunci ke Senayan sebagai anggota DPD.
Tak sampai di sana, ambisisi mantan tersangka korupsi dana hibah Kadin Jatim itu, yang kini menjabat sebagai ketua DPD RI tampaknya tak main-main niatnya untuk menjadi Presiden.
Dia khawatir bahwa rencana maju menjadi Calon Presiden akan terhalang pasal Presidential Threshold, ambang batas pencalonan presiden yang mewajibkan partai politik yang dapat mengajukan pasangan Capres dan Cawapres harus memiliki 20 persen kursi di DPR RI, atau 25 persen suara sah nasional.
Dengan adanya aturan tersebut, maka bisa jadi La Nyalla Mattalitti tidak mendapatkan tiket untuk maju sebagai Capres. Hal yang sama ketika dia ingin maju dalam pemilihan Gubenur Jatim. Di mana tak satu pun parpol yang memberikan rekomendasi kepadanya sebagai Calon Gubenur.
Maka, gugatan judicial riview itu dilayangkan oleh La Nyalla memanfaatkan posisinya sebagai Ketua DPD RI bersama Partai Bulan Bintang (PBB) sebagai penggugat ke Mahkamah Konstitusi.
Namun, langkah tersebut masih dihadang MK dengan penolakan Judicial Review.
Tak berhenti di sana, La Nyalla Mattalitti memilih untuk mundur selangkah, kali ini dia menguasai MPR terlebih dahulu. Korbannya adalah Fadel Muhammad..
Fadel Muhammad sebagai Wakil Ketua MPR dari unsur DPD ditarik dengan adanya mosi tidak percaya yang dilayangkan oleh anggota DPD.
La Nyalla dituding sebagai pembuat skenario untuk menurunkan Fadel Muhammad. Dengan pencopotan itu, maka La Nyalla bisa memasukkan kepentingan pribadinya melalui Wakil Ketua MPR dari unsur DPD yang baru. Tentu saja yang memuluskan jalannya sebagai presiden.